Jakarta, Rabu 03 Desember 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Jenderal (Dirjen) Binapenta & PKK 2016-2020, Maruli Hasoloan sebagai saksi terkait kasus pemerasan pengurusan izin TKA. Dalam materi pemeriksaan yang dilakukan pada Senin (01/12/2025), KPK mendalami prosedur pengurusan rencana penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
“Untuk saksi saudara MH (Maruli Hasoloan), penyidik mendalami terkait prosedur pengurusan RPTKA di Kemenaker,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Rabu (03/12/2025) dilansir Kompas.com.
Selain itu, kata Budi, penyidik juga mendalami keterangan Maruli terkait regulasi yang mendasari agen TKA mendapatkan ID khusus dari Kemenaker.
“Meminta keterangan kepada saksi terkait dengan aturan atau regulasi yang mendasari agen TKA mendapat badge/ID khusus dari Kemenaker sehingga dapat mewakili perusahaan pengguna TKA mengurus RPTKA,” ujarnya.
Tidak hanya itu, KPK juga meminta keterangan saksi Direktur PPTKA Kemenaker Tahun 2015-2017, Rahmawati, terkait prosedur pengurusan izin TKA manual maupun online serta adanya permintaan uang kepada agen TKA.
“Kemudian untuk saksi saudari RAH (Rahmawati) didalami terkait prosedur pengurusan RPTKA tahun 2015-2017 yang masih manual atau belum online. Selain itu, saksi juga dimintai keterangan perihal adanya permintaan uang tidak resmi kepada para agen TKA,” tuturnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Direktur Jenderal Binapenta dan PKK Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Maruli Hasoloan dan Direktur PPTKA Tahun 2015-2017, Rahmawati, sebagai saksi terkait kasus pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kemenaker pada Senin (1/12/2025).
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Senin.
Dalam perkara ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penahanan secara bertahap terhadap 8 orang tersangka pada pertengahan Juli 2025.
Kedelapan tersangka adalah Suhartono (SH) selaku eks Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK); Haryanto (HY) selaku Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025 sekaligus Staf Ahli Menaker.
Kemudian, Wisnu Pramono (WP) selaku Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019; Devi Angraeni (DA) selaku Koordinator Uji Kelayaan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA; Gatot Widiartono (GTW) selaku Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja; serta Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), dan Alfa Eshad (ALF) selaku staf.
KPK mengatakan, para tersangka telah menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024.
Budi merinci uang yang diterima para tersangka di antaranya, Suhartono (Rp 460 juta), Haryanto (Rp 18 miliar), Wisnu Pramono (Rp 580 juta), Devi Angraeni (Rp 2,3 miliar), Gatot Widiartono (Rp 6,3 miliar), Putri Citra Wahyoe (Rp 13,9 miliar), Alfa Eshad (Rp 1,8 miliar), dan Jamal Shodiqin (Rp 1,1 miliar).